Jumat, Oktober 11, 2013

Resensi: Perempuan dalam Pasungan, Bias Laki-Laki dalam Penafsiran

Buku ini adalah buku yang membahas mengenai bias gender dalam penafsiran Al-Qur’an. Penulis buku ini, Dr. Nurjannah, menganggap bahwa penafsiran Al-Qur’an yang didominasi laki-laki menimbulkan penafsiran yang menyudutkan dan merendahkan martabat perempuan, atau dalam istilah Nurjannah ‘perempuan dalam pasungan’. Dalam pembahasan buku ini, Nurjannah menggunakan pendekatan hermeneutika, sehingga Al-Qur’an dapat dimaknai secara kontekstual.

Nurjannah menulis buku ini dalam enam bab. Dalam bab pertama, Nurjannah mengungkapkan motivasi utamanya menulis buku ini, yaitu untuk memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, ia juga menyampaikan kitab tafsir apa saja yang diteliti olehnya, yaitu tafsir Ath-Thabari, Ar-Razi, dan tafsir Al-Manar. Di bab II, Nurjannah menjelaskan mengenai surat An-Nisa’, konteks historis surat tersebut, ditambah dengan surat-surat lain yang membahas mengenai perempuan. Selanjutnya dalam bab III, Nurjannah mulai menjelaskan mengenai tiga kitab tafsir yang ia teliti. Ia menjelaskan mulai dari latar belakang penulisannya, metode dan corak penafsirannya, hingga situasi sosial keagamaan yang ada saat itu.

Dalam bab IV, Nurjannah mulai menjabarkan penafsiran dalam ketiga kitab tafsir tersebut yang berkenaan dengan isu-isu gender dalam surat An-Nisa’, seperti asal kejadian perempuan, kepemimpinan rumah tangga, waris dan poligami. Menurutnya, hasil tafsiran ulama’-ulama’ tersebut bias gender dan merugikan perempuan. Lebih lanjut ia memberikan analisa pada bab V, bahwa penafsiran ayat-ayat tersebut harus disesuaikan dengan konteks sosial budaya. Dimulai dari penafsiran kalimat min nafs wahidah, ayat qawwamah, hukum waris dan sebagainya. Selain itu, ia juga mengutarakan ayat-ayat al-Qur’an yang mendukung kesetaraan gender, antara lain laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Allah di muka bumi, sama-sama terlibat aktif dalam drama kosmis, sama-sama menerima perjanjian primordial dan sama-sama berpotensi meraih prestasi. Di bagian akhir bab ini, Nurjannah mengkritik para mufassir yang menurutnya banyak terpengaruh oleh kondisi sosial, perbedaan metode tafsir, dan yang paling parah, para mufassir terpengaruh bias gender dalam pemahaman teks. Dalam kesimpulannya, Nurjannah menafsirkan ulang ayat-ayat yang dianggap bias gender dengan metode hermenutika, sehingga kesetaraan gender dapat tercapai.

Buku ini jika membahas tema-tema sejarah, mungkin akan sangat baik, karena metode hermeneutika yang digunakan sangat bagus. Namun jika metode tersebut digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an, seperti dalam buku ini, maka hasil kajiannya akan menjadi rancu dan kesakralannya sebagai kitab suci akan hilang. Bahkan di sini Nurjannah berani menuduh para mufassir sebagai orang yang bias gender. Hal ini tidak mungkin terjadi karena untuk menjadi mufassir harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang secara otomatis akan membebaskannya dari unsur-unsur keburukan.

Pada akhirnya, buku ini akan menyesatkan bagi siapa saja yang membacanya, maka dalam membacanya, harus didahului dengan memahami ulumul Qur’an dengan baik dan memahami setiap aspek dalam penafsiran Al-Qur’an, sehingga pembaca buku ini tidak akan terpengaruh oleh pendapatnya. Wallahu A’lam.

Penulis             : Dr. Nurjannah Ismail
Penerbit           : LKiS Yogyakarta
Cetakan           : I, September 2003
Halaman          : xvi + 362 halaman; 14.5 x 21 cm

0 komentar: