Buku ini adalah buku yang membahas mengenai
bias gender dalam penafsiran Al-Qur’an. Penulis buku ini, Dr. Nurjannah,
menganggap bahwa penafsiran Al-Qur’an yang didominasi laki-laki menimbulkan
penafsiran yang menyudutkan dan merendahkan martabat perempuan, atau dalam
istilah Nurjannah ‘perempuan dalam pasungan’. Dalam pembahasan buku ini,
Nurjannah menggunakan pendekatan hermeneutika, sehingga Al-Qur’an dapat
dimaknai secara kontekstual.
Nurjannah menulis buku ini dalam enam bab.
Dalam bab pertama, Nurjannah mengungkapkan motivasi utamanya menulis buku ini,
yaitu untuk memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Selain
itu, ia juga menyampaikan kitab tafsir apa saja yang diteliti olehnya, yaitu
tafsir Ath-Thabari, Ar-Razi, dan tafsir Al-Manar. Di bab II, Nurjannah
menjelaskan mengenai surat An-Nisa’, konteks historis surat tersebut, ditambah
dengan surat-surat lain yang membahas mengenai perempuan. Selanjutnya dalam bab
III, Nurjannah mulai menjelaskan mengenai tiga kitab tafsir yang ia teliti. Ia
menjelaskan mulai dari latar belakang penulisannya, metode dan corak
penafsirannya, hingga situasi sosial keagamaan yang ada saat itu.
Dalam bab IV, Nurjannah mulai menjabarkan
penafsiran dalam ketiga kitab tafsir tersebut yang berkenaan dengan isu-isu
gender dalam surat An-Nisa’, seperti asal kejadian perempuan, kepemimpinan
rumah tangga, waris dan poligami. Menurutnya, hasil tafsiran ulama’-ulama’
tersebut bias gender dan merugikan perempuan. Lebih lanjut ia memberikan
analisa pada bab V, bahwa penafsiran ayat-ayat tersebut harus disesuaikan
dengan konteks sosial budaya. Dimulai dari penafsiran kalimat min nafs
wahidah, ayat qawwamah, hukum waris dan sebagainya. Selain itu, ia
juga mengutarakan ayat-ayat al-Qur’an yang mendukung kesetaraan gender, antara
lain laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Allah di muka bumi,
sama-sama terlibat aktif dalam drama kosmis, sama-sama menerima perjanjian
primordial dan sama-sama berpotensi meraih prestasi. Di bagian akhir bab ini,
Nurjannah mengkritik para mufassir yang menurutnya banyak terpengaruh oleh
kondisi sosial, perbedaan metode tafsir, dan yang paling parah, para mufassir
terpengaruh bias gender dalam pemahaman teks. Dalam kesimpulannya, Nurjannah
menafsirkan ulang ayat-ayat yang dianggap bias gender dengan metode
hermenutika, sehingga kesetaraan gender dapat tercapai.
Buku ini jika membahas tema-tema sejarah,
mungkin akan sangat baik, karena metode hermeneutika yang digunakan sangat
bagus. Namun jika metode tersebut digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an, seperti
dalam buku ini, maka hasil kajiannya akan menjadi rancu dan kesakralannya
sebagai kitab suci akan hilang. Bahkan di sini Nurjannah berani menuduh para
mufassir sebagai orang yang bias gender. Hal ini tidak mungkin terjadi karena
untuk menjadi mufassir harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang secara otomatis
akan membebaskannya dari unsur-unsur keburukan.
Pada akhirnya, buku ini akan menyesatkan
bagi siapa saja yang membacanya, maka dalam membacanya, harus didahului dengan
memahami ulumul Qur’an dengan baik dan memahami setiap aspek dalam penafsiran
Al-Qur’an, sehingga pembaca buku ini tidak akan terpengaruh oleh pendapatnya. Wallahu
A’lam.
Penulis :
Dr. Nurjannah Ismail
Penerbit :
LKiS Yogyakarta
Cetakan :
I, September 2003
Halaman :
xvi + 362 halaman; 14.5 x 21 cm
0 komentar:
Posting Komentar