Pada zaman modern ini, kebanyakan
Negara-negara di dunia menganut sistem demokrasi sebagai sistem
pemerintahannya. Dimulai dari Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan
Inggris hingga negara-negara berkembang seperti Indonesia telah menganut sistem
pemerintahan ini. Mereka beranggapan bahwa sistem demokrasi merupakan sistem
yang paling menunjang kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek kehidupan,
sehingga tak bisa dipungkiri lagi, demokrasi telah mengambil hati para
masyarakat di dunia modern saat ini.
Istilah demokrasi sendiri berasal dari bahasa
Yunani demos yang berarti rakyat dan cratein yang berarti
pemerintahan. Secara harfiah, demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat.
Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat. Dengan demikian, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
demokrasi adalah pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat dan bertujuan untuk
kemaslahatan mereka sesuai dengan kepentingan yang ada. Dengan kata lain, dalam
sistem demokrasi kedaulatan tertinggi dalam suatu Negara berada di tangan
rakyat.
Sejarah demokrasi sendiri sudah
dimulai sejak zaman Yunani Kuno tepatnya pada abad ke 5 SM. Bentuk demokrasi pada zaman Yunani Kuno ini
adalah demokrasi langsung (direct democracy) yang mana seluruh rakyat
ikut turut serta dalam setiap pengambilan keputusan yang ada dalam
pemerintahan. Hal ini dapat terjadi karena pada zaman itu bangsa Yunani terbagi
menjadi puluhan bahkan ratusan Negara kota (city state) yang
masyarakatnya hanya berjumlah kurang dari 300.000 orang. Sistem pemerintahan
ini dianggap lebih efektif dan efisien ketimbang sistem diktatorian yang telah
digunakan sebelumnya.
Kemudian pada zaman Romawi hingga
abad pertengahan, perkembangan demokrasi seolah terhenti dengan adanya sistem
diktatorian dan sikap gereja yang otoriter. Pada zaman itu, nyaris tidak ada
perkembangan pemikiran mengenai demokrasi maupun ilmu pengetahuan yang lain.
Kurungan gereja telah membuat para ilmuwan segan untuk mengutarakan
pemikirannya. Banyak ilmuwan yang ditangkap, dipenjara dan disiksa pada zaman
tersebut karena sikap otoriter gereja.
Pemikiran demokrasi modern baru
berkembang setelah zaman pertengahan. Dengan pengalaman pahit akan otoritas
gereja, para pemikir zaman pertengahan berusaha merumuskan suatu sistem
pemerintahan yang berusaha melepaskan diri dari otoritas keagamaan. Dengan
demikian bermunculanlah pemikir-pemikir yang mengusung teori demokrasi modern yang
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam setiap pemikirannya. Dimulai dari
munculnya konsep Trias Politica yang dicetuskan pertama kali oleh John Locke
(1632-1704) sebagai respon atas kekuasaan absolut raja-raja Inggris. Dalam
bukunya Two Treatises on Civil Government (1690) ia menuliskan bahwa
kekuasaan negara harus dipisahkan dalam tiga bagian, yaitu eksekutif sebagai
pelaksana undang-undang, kemudian legislative sebagai pembuat peraturan dan
undang-undang yang di dalamnya termasuk hak untuk mengadili dan kekuasaan
federatif yang meliputi keamanan Negara dalam hubungannya dengan Negara lain.
Kemudian konsep ini disempurnakan oleh Montesquieu (1689-1755) yang melihat
sifat sewenang-wenang dari raja Bourbon di Prancis. Dalam bukunya The Spirit
of Laws ia menuliskan bahwa kekuasaan Negara harus terpisah dalam tiga
bagian, yaitu kekuasaan eksekutif sebagai pelaksana undang-undang, kekuasaan
legislatif sebagai pembuat undang-undang dan kekuasaan yudikatif sebagai pihak
yang mempertahankan undang-undang.
Di zaman modern ini sistem demokrasi
telah mengalami berbagai macam perubahan bentuk dan transformasi nilai-nilai
ideologis tertentu. Kita dapat menemukan berbagai macam bentuk demokrasi,
seperti demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila dan
lain-lain. Namun yang perlu diperhatikan, dengan berbagai bentuk perubahannya,
demokrasi tetap berdasarkan pada “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat”.
Pandangan Beberapa
Ulama Terhadap Teori Demokrasi
Menurut Abul A’la Maududi
(1903-1953), kedaulatan tertinggi mutlak berada di tangan Allah SWT. Dalam
Al-Qur’an, Allah SWT telah menetapkan bahwa ketaatan mutlak hanyalah kepadaNya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: Sesunggunya Kami menurunkan kepadamu
kitab Al-Qur’an dengan membawa ketaatan. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepadaNya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (Q.S.
Az-Zumar:2-3). Selain itu, barang siapa yang meninggalkan hukum Allah dan
berhukum kepada hukum ciptaan manusia merupakan suatu bentuk kekufuran, Allah
SWT berfirman: Dan barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa
yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang zalim (Q.S.
Al-Maidah: 44).
Sementara itu menurut Taqiyuddin
An-Nabhani, sistem pemerintahan Islam bukanlah demokrasi, karena sistem
demokrasi merupakan sIstem yang mana kedaulatan tertinggi berada di tangan
rakyat. Dalam demokrasi, rakyat memiliki hak mutlak dalam pembuatan
undang-undang serta aturan-aturan yang berlaku tanpa harus merujuk kepada
Al-Kitab dan As-Sunnah. Padahal Islam sendiri telah memiliki landasan-landasan
aqidah dan syariat dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam aspek
pemerintahan.
Berbeda dengan pendapat Muhammad
Rasyid Ridha. Ia berpendapat bahwa dalam pembentukan sebuah sistem
pemerintahan, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, antara lain maslahah
umat yang ditimbulkan dari sistem tersebut dari aspek ukhrowi maupun duniawi,
prinsip syuro yang ada dalam
Islam tidak bertentangan dengan substansi dari demokrasi, panduan-panduan yang
telah diberikan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam sistem pemerintahan dan perlakuan
Islam terhadap non-muslim yang penuh dengan toleransi.
Dan di sini, Syaikul Islam Ibnu
Taimiyah memiliki sebuah istilah yang disebut dengan politik berdasarkan
syariah (siyasah syar’iyah). Dalam bukunya yang ditulis dengan judul
tersebut, Ibnu Taimiyah mengungkapkan konsep-konsep pemerintahan yang
berbasiskan syariat, mulai dari etika pengangkatan pemimpin hingga hak-hak
masyarakat dalam suatu negara.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan
bahwa teori demokrasi merupakan teori yang bertentangan dengan syariat Islam karena
kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Dan sebagai solusi untuk masalah
ini, dapat dibuat suatu sistem pemerintahan yang berdasarkan sumber hukum yang
berbasiskan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sesuai dengan maslahat seluruh umat
manusia di dunia. Dengan sedikit merubah esensi dari sistem demokrasi yang
telah ada sekarang, dapat diciptakan suatu sistem yang memenuhi
kriteria-kriteria di atas. Wallahu A’lam bish-showab