Siang hari di awal bulan November. Waktu itu, aku
berkunjung ke seorang teman, dan spontan ia bercerita mengenai sebuah
miniseries yang menurutnya sangat luar biasa. Mendengar kata ‘miniseries’, aku
sudah terbayang harus menonton selama berjam-jam untuk menghabiskannya, dan aku
sudah malas. Namun temanku ini terus memberikan sugesti dan dorongan, yang pada
akhirnya, akupun menyerah dan meng-copy filenya. Dari senilah semuanya
bermula.
Waktu pertama kali aku tonton, scene awalnya
memperlihatkan suasana perang di Afghanistan. Dalam pikiranku, pasti
membosankan, karena aku sendiri tidak terlalu suka dengan genre film
semacam itu. Namun aku tetap melanjutkan, dan ternyata, miniseries ini telah
berhasil membuatku jatuh hati. Bukan apa-apa, munculnya sesosok manusia yang
cerdas luar biasa, cool, dan penuh perhitungan membuat aku tidak bisa
beranjak dari depan komputer. Dia adalah Sherlock Holmes, si detektif konsultan
asal London Inggris.
Miniseries ini memang luar biasa. Dengan judul si
tokoh utama, ‘Sherlock’, miniseries ini berhasil memvisualisasikan karakter si
detektif jenius ke dalam dunia modern abad 21. Dengan demikian, kesan yang
didapatkanpun sangat berbeda dengan apa yang ada di dalam novel. Meski demikian,
karakter Sherlock yang sedikit congkak, Watson yang selalu mengikuti ke mana
Sherlock pergi, serta Moriarty si musuh utama, dapat tergambarkan dengan sangat
baik dan tidak lepas dari cerita dalam novel.
Miniseries ini sejauh ini sudah berjalan selama dua
season, masing-masing terdiri dari tiga episode. Dan yang patut diacungi
jempol, Steven Moffat dkk berhasil membuat para penonton penasaran dengan
ending episode ketiga di season dua. Dalam episode itu, Sherlock telah ‘memalsukan’
kematiannya. Dari sini, timbul berbagai macam pertanyaan, bagaimana ia
melakukannya? Bagaimana nasibnya kelak? Seperti apa pertemuan kembali Sherlock
dan Holmes? Mengapa Sherlock melakukannya? Dan masih banyak sekali pertanyaan
yang akan segera bisa terjawab sebentar lagi, 1 Januari 2014.
0 komentar:
Posting Komentar