Di tengah keyakinan muslim yang
menganut rukun Iman yang enam, ternyata ada suatu golongan yang menganut bahwa
rukun Iman ada lima. Golongan tersebut adalah golongan Syi’ah. Golongan sesat
ini menyatakan bahwa rukun Iman hanya ada lima, yaitu Tauhid (keesaan Allah), ‘Adl
(keadilan), nubuwwah (kenabian), imamah (kepemimpinan Imam)
dan ma’ad (hari kebangkitan). Hal ini jelas berbeda dengan rukun Iman
dalam pandangan umat Islam, di mana rukun Iman ada 6, yaitu Iman kepada Allah
SWT, Iman kepada malaikat Allah, Iman kepada kitab-kitab Allah, Iman kepada
Rasulullah, Iman kepada Hari Kiamat, dan Iman kepada qadha’ dan qadar.
Secara kasat mata saja, terlihat
jelas perbedaan antara rukun Iman syiah dengan rukun Iman umat Islam. Syi’ah
dan umat Islam terlihat sepakat hanya dalam 3 hal, yaitu ketauhidan, nubuwwah
dan hari akhir. Untuk ketiga rukun Iman yang lain, yaitu Iman kepada
malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah dan qadha’ dan qadar, syi’ah tidak
mengimaninya. Mereka mengganti ketiga hal tersebut dengan ‘adl dan imamah.
Syi’ah beranggapan bahwasanya imamah
merupakan rukun iman yang paling membedakan syi’ah (khususnya syi’ah itsna
‘asyariyyah) dengan umat Islam dan golongan yang lain. Seorang ulama’ syi’ah
bernama Muhammad Al-Husein Ali Kasyiful Ghitha’ dalam bukunya “Ahlusy-
Syi’ah wa Ushuuluhaa” berkata bahwasanya imamah adalah anugerah
tuhan yang telah dipilih sejak zaman Azali. Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa
Allah telah menentukan Ali sebagai khalifah setelah Rasulullah SAW. Dengan
demikian, lebih lanjut seorang ulama’ besar Syi’ah bernama Syaikh Mufid
menerangkan, bahwa Syi’ah tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan
Utsman ra.
Hal ini tentu saja sangat tidak masuk
akal. Ali ra. sendiri mengakui dan turut membaiat Abu Bakar, Umar dan Utsman
ra. Beliau sendiri mengatakan bahwa pembaiatan mereka sebagai khalifah tidak
dapat dibantah, karena sudah menjadi hasil musyawarah para tokoh masyarakat
ketika itu. Beliau menambahkan, jika ada pihak yang membangkang dari keputusan
tersebut, maka harus diberi penjelasan dan diperingatkan, namun jika pada
kenyataannya mereka tetap membangkang, maka harus diperangi. Pernyataan Ali ra.
ini menjadi bantahan telak terhadap keyakinan golongan syi’ah.
Kaitannya dengan rukun ‘adl,
syi’ah sepakat dengan golongan mu’tazilah, di mana menurut mereka, perbuatan
manusia itu tidak ada sangkut pautnya dengan takdir Tuhan. Menurut Muhammad Al-
Husein, yang menentukan baik dan buruknya perbuatan manusia itu adalah akal
manusia itu sendiri dan tidak ada sangkut pautnya dengan Tuhan, karena Tuhan
merupakan kumpulan sifat-sifat Haq yang mengharuskan kesempurnaan sifat baik
dan keindahannya, sehingga tidak mungkin Tuhan menentukan suatu keburukan. Jika
memang terjadi demikian, maka Allah SWT tidak berlaku adil apabila ada manusia
yang berbuat maksiat dimasukkan ke dalam neraka, karena hal tersebut juga
merupakan kehendakNya sendiri.
Pernyataan tersebut bertentangan
dengan apa yang sudah diajarkan oleh Islam. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT
berkuasa atas seluruh hambaNya. Untuk itu, ada keharusan untuk mengimani qadha’
dan qadar. Qadha’ berarti keputusan Allah SWT yang sudah ada sejak zaman azali,
seperti urusan kelahiran, kematian dan jodoh. Adapun qadar adalah ketentuan
Allah SWT yang muncul ketika sesuatu itu akan terjadi, seperti misalnya
kelulusan seseorang dalam ujian. Untuk qadar, seseorang masih bisa mengusahakan
akan terjadinya hal yang diinginkannya, tetapi ia harus berusaha keras, berdoa
dan terakhir bertawakkal kepada Allah SWT. Hal ini membantah keterangan syi’ah
bahwa Allah SWT berlaku tidak adil.
Dalam poin Iman kepada kitab-kitab
Allah, syi’ah tidak sepakat dengan umat Islam. Menurut Syi’ah, Al-Qur’an yang
digunakan oleh umat Islam saat ini tidak otentik dan telah mengalami banyak
pengurangan ayat. Al-Kulainy, seorang ahli hadits kaum Syi’ah, meriwayatkan di
dalam kitab Al-Kafi dari Abu Abdillah ia mengatakan “sesungguhnya
Al-Qur’an yang diturunkan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad berjumlah 17.000
ayat”. Menurut mereka, mushaf yang asli
saat ini dipegang oleh ‘Imam Al-Mahdi’ yang akan keluar pada akhir zaman
nanti. Hal ini seperti yang disebutkan oleh salah satu tokoh syi’ah, Abu
Manshur Ahmad ibnu Abi Thalib Ath-Thabrasi dalam kitabnya “Al-Ihtijaj ‘Ala
Ahli-l-Lujaj”.
Pemahaman mereka ini sangat tidak
masuk akal. Ali ra. sendiri tidak pernah mengatakan hal yang demikian. Mereka
menggunakan riwayat-riwayat palsu untuk memperkuat argumen mereka. Para
sahabat, yang sudah dijamin surganya oleh Rasulullah SAW, sudah mengumpulkan
mushaf-mushaf yang ada serta memverifikasikannya kepada para hafizh yang
hidup pada zaman itu, sehingga otentisitasnya sudah tidak dipertanyakan lagi.
Dalam hal ini, Allah SWT sudah menyatakan keotentikan Al-Qur’an ini dalam
banyak ayat, seperti dalam Surat Al-Baqarah 2, Fushshilat 42, Al-Hijr 9, dan
masih banyak lagi. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ajaran mereka ternyata
didasari oleh kesalahan berpikir yang fatal dan tidak valid sama sekali.
Dalam Islam, rukun Iman tidak
ditetapkan berdasarkan asumsi-asumsi belaka. Rukun Iman ditetapkan berdasarkan
dalil-dalil naqli yang berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyyah. Allah SWT
menjelaskan dalam surat An-Nisa’: 136
“Wahai orang-orang yang beriman,
tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah
turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya”.
Selain itu, ada sebuah hadits riwayat
Muslim ra. dari Umar Bin Khattab:
“Jibril berkata, (Wahai Muhammad)
jelaskan kepadaku tentang iman. Rasulullah bersabda: “ (Iman itu adalah)
beriman kepada Allah, dan malaikat-malaikat-Nya, dan kitab-kitab-Nya, dan
Rasul-Rasul-Nya, dan hari akhir, dan Qadar baik maupun buruk. Jibril berkata:
benar”.
Selain dari dua sumber di atas, masih ada dalil-dalil lain yang digunakan untuk memperkuat kedudukan rukun Iman dalam Islam, di antaranya surat An-Nisa' 59, Al-A'raff 158 dan lain sebagainya. Dengan demikian, kelas sekali terlihat kesesatan syi'ah dalam urusan rukun Iman, hal yang paling dasar dalam kehidupan seorang muslim. Jika rukun imannya saja sudah salah, dapat dibayangkan seperti apa bobroknya ajaran mereka. Wallahu A'lam.
Selain dari dua sumber di atas, masih ada dalil-dalil lain yang digunakan untuk memperkuat kedudukan rukun Iman dalam Islam, di antaranya surat An-Nisa' 59, Al-A'raff 158 dan lain sebagainya. Dengan demikian, kelas sekali terlihat kesesatan syi'ah dalam urusan rukun Iman, hal yang paling dasar dalam kehidupan seorang muslim. Jika rukun imannya saja sudah salah, dapat dibayangkan seperti apa bobroknya ajaran mereka. Wallahu A'lam.